Sunday 18 April 2021

Emak Lebih Beruntung

Emak luar biasa. Seumur hidupku belum pernah kudengar ia mengeluh perihal masalah ekonomi pada Bapak. Meskipun aku tahu bahwa terkadang masih sering emak meminjam uang ke saudara hanya untuk membayar uang sekolah dan uang jajan anak-anaknya. Dan aku ingin seperti dia. Aku mencoba, untuk tidak mengeluh sedikitpun perihal setiap kesulitan ekonomi yang kurasakan. Tah, aku juga bukan orang yang teramat berada. Hidupku biasa-biasa saja, makan nasi dan tempe goreng saja sudah cukup. Bahkan puluhan tahun aku sarapan dengan menu itu. Dan aku baik-baik saja.

Dengan sedikit peruntungan, aku diberi kesempatan untuk bisa merasakan hidup yang layak. Semua yang aku miliki sangat lebih dari cukup, hingga aku merasa selalu harus memberi lebih untuk orang lain. Aku bersyukur dengan keberuntungan yang ada di sekelilingku.

Meskipun Bapak sedang dalam kondisi kekurangan, tak pernah sedikit pun terlintas di dalam benaknya bahwa anak istrinya hanya akan makan nasi putih. Bapakku pekerja keras, bagaimana supaya tetap ada nasi dan lauk sederhana di atas meja. Betapa beruntungnya Emak.

Kupikir dengan kehidupanku yang serba berkecukupann saat ini aku memiliki nasib yang lebih baik dari Emak. Dari segi ekonomi, mungkin iya. Tapi batinku tidak merasa demikian. Sejak awal aku mencoba untuk bisa menjadi pribadi yang sesederhana mungkin di dalam menjalin langkah bersamanya. Tapi sepertinya aku tida cukup sederhana. Baginya aku perlu untuk makan nasi putih saja. Tapi apakah sebagai orang yang bertanggungjawab penuh terhadap hidupku akan merasa tega? Jika demikian, dapat dipastikan bahwa aku memang jauh lebih tidak beruntung dari Emak. Yang mana aku mungkin bisa makan dengan lauk pauk sederhana, tapi ada yang menghendaki untukku tidak makan lauk pauk sama sekali - meskipun hanya dengan tambahan sejumput garam. 

Saturday 6 October 2018

Tergusur (susah cari judul yang pas)

Sejak kemusnahan Tumblr.com beberapa bulan lalu, aku seperti kehilangan sebagian duniaku yang teramat berarti. Kenangan, curhatan dan rahasia-rahasia hebat punyaku ikut musnah. Dan hingga detik ini belum dapat kutemui tempat yang cocok. Tempat yang senyaman tumblr.com. Sedih karena kehilangan tempat berbagi rahasia sudah pasti. Tapi lebih sedih lagi karena semua tulisan tentang kenangan masa lalu dan rahasiaku musnah. Padahal tulisan-tulisan itu seringkali menjadi pengingat. Membawaku kembali ke masa lalu. Bukan untuk berlarut-larut dalam kenangan, tapi untuk mengambil berbagai pelajaran. Setidaknya itu akan membuatku tidak mengulangi berabagai kesalahan yang sama. Sedang saat ini rasnaya seperti aku baru saja mengalami kecelakaan hebat. Kehilangan semua memori. Mengenaskan.

Ngomong-ngomong, ternyata di tahun 2018 ini tidak hanya kehilangan tempat curhat, tapi aku juga kehilangan tempat tinggal. Semua ini gara-gara (bukan gara-gara sih sebenarnya) ada (bukan) netijen yang nyinyir dan sirik. Ya. Mereka tidak bahagia melihat aku bahagia. Hahahha. Menyedikan yaaa.

Tahu kan selama ini aku tinggal di rumah dinas milik perusahaan. Buka fasilitas sih, tah aku juga bayar uang sewa seperti yang lainnya. Tapi dengan alibi karena ada yang lebih berhak menempati rumah tersebut, akhirnya tergusurkan aku dan kawan-kawan yang lain. Walaupun sebenarnya kami masih punya sedikit kesempatan untuk tetap tinggal di situ, tapi karena netijen sudah terlanjur bikin geram dan ill feel, jadi kami putuskan untuk segera CAWW dari lokasi.

Setelah dua kali dua puluh empat jam browsin-browsing tempat kost baru, sampai saat ini tetap belum menemukan yang pas. Walaupun sudah survey dan agak cocok, tapi masih ada pertimbangan lain. Pasalnya mencari kost dengan harga maksimal 500k dengan kamar mandi dalam di daerah Jogja itu susahnya minta ampun. Yaa mau bagaimana lagi. Sepertinya masih perlu bergerilya untuk mencari-cari yang sesuai antara budget dan fasilitas.

Kalian, teman-teman yang baik hati dan tidak sombong, doa'akan aku agar cepat dapat tempat tinggal baru. Omong-omong, aku juga sekarang bingung. Bagaimana nasib Kuku peliharaanku? Antara mencari orang tua asuh atau membawanya kemanapun aku pergi, semua itu seperti masih jadi misteri. Menyedikan. Ternyata semua permasalahan ini tidak hanya berdampak padaku, tapi pada peliharaanku.

Tuesday 6 January 2015

Asisten Pribadi Kepala Sekolah???

Pagi tadi begitu sampai di sekolah aku langsung dikejutkan dengan keputusan yang menetapkanku sebagai asisten pribadi kepala sekolah. Kaget bukan main. Tapi jangan berfikir kalau hati ini berbunga-bunga layaknya para tokoh di sinetron. Aku justru merasa bingung. Apa keputusan itu tidak terlalu terburu-buru? Lalu apa pertimbangannya? Aku terus meragu. Merasa bahwa itu bukanlah keputusan yang tepat.

Selama ini aku sudah berusaha begitu keras untuk merobohkan tembok dan sekat-sekat yang mengurungku, sekarang justru ada tembok tinggi menjulang hingga langit terlihat semakin jauh. Oh, cobaan apa lagi ini? Aku tak pernah mencoba untuk menjadi sosok yang sempurna di hadapan orang lain. Aku tak mau membuat orang lain memuji atau menyanjungku. Dan aku merasa tak begitu mampu untuk melakukan tugas ini.

Seketika rasanya seperti ada sebuah jerat yang menahan langkahku. Seolah-olah aku tak boleh beranjak dari tempat yang aku coba tinggalkan. Kini aku semakin terperangkap dan tak bisa berbuat apa-apa. Seharusnya aku bisa berbangga diri, tapi kenyataannya tidak. Aku tak menginginkan semua ini. Aku tak ingin sesuatu yang menjadikanku istimewa namun membuat batin tersiksa.

Jika dikaitkan dengan sebuah film, ini seperti permaian The Hunger Games. Aku tak pernah menginginkan hal tersebut, tapi keadaan memaksanya. Kemudian seolah-olah aku menjadi sesuatu yang berbeda dari yang lainnya. Sesuatu yang seharusnya bisa membuatku senang, tapi aku justru merasa terancam. Aku tak tahu harus bersikap bagaimana.

Seandainya kenyataan ini seperti permen yang jika dibiarkan di dalam mulut maka ia akan menghilang, tapi nampaknya tidak dengan yang sedang kualami. Setidaknya hal itu akan terus terjadi sampai tiga atau empat tahun ke depan. Aku tak menginginkannya. Aku tak mau terlalu lama. Karena tanggung jawab ini menjadikanku terlalu mudah untuk disalahkan oleh orang lain, bahkan oleh sesuatu yang aku tak mengerti.

Pundakku berat. Aku ingin meronta. Aku lelah dengan semua yang ada. Mereka memang tak mengerti, dan tidak akan pernah mencoba mengerti. Kini aku sendirian. Diterjang ombak besar dan tak punya tempat berpegangan. Aku takut. Aku tak mau terbawa arus dan semakin kehilangan jati diri. Aku tak mau pengembaraan jati diri selama ini sia-sia dan kembali nol. Aku tak mau itu.

Andaikan ada yang mau mengerti. Bahkan kadang perang dalam diri juga membuatku seperti orang yang tak waras hingga berfikir untuk lari ke masa lalu. Andai bisa.

Saturday 3 January 2015

Terlalu Banyak Kekecewaan

Libur telah tiba, hatiku gelisah...

Entahlah. Bahkan besok adalah hari libur terakhir sebelum akhirnya harus berangkat kerja lagi. Sangat disayangkan karena semua rencana liburan yang disusun jauh-jauh hari akhirnya harus dibatalkan begitu saja. Tak hanya satu atau dua rencana, tapi semuanya. Bayangkan saja bagaimana rasanya menghabiskan liburan tanpa ada jalan-jalan. Membosankan.

Selama hampir dua minggu ini hanya berdiam di dalam rumah, walau setidaknya di awal liburan bisa terisi dengan mengikuti kegiatan Jumbara. Tapi selebihnya, semua yang dilalui hanya seperti jalan tol. Lurus-lurus saja, tak ada apa-apa yang bisa ditemui.

Bangun tidur, mencuci. Menonton film di pagi hari. Memulai aktivitas di dunia maya. Menulis, menonton film, membaca novel. Semua hal yang biasanya menyenangkan dilakukan di hari minggu mendadak jadi membosankan saat dilakukan setiap hari. Aku tidak tahu bagaimana mengatakan perasaanku ini. Menyesal, sedih dan kesal juga. Aku hanya merasa seperti orang yang tidak bisa menggunakan waktu dengan baik.

Satu persatu rencana telah dibuat. Jadwal liburan disusun sedemikian rupa agar semua hari bisa terisi dengan hal-hal menyenangkan. Tapi rencana hanyalah rencana. Realita jelas begitu jauh darinya. Satu persatu rencana itu gagal. Menyakitkan sekali rasanya. Ketika sudah ada bayang-bayang menyenangkan akan berlibur ke sana ke mari tapi ternyata itu hanya ada di angan-angan dan lenyap ditelan malam.

Terlalu banyak yang memperlakukanku demikian. Sedikit menyakitkan memang. Tapi mau bagaimana lagi. Mungkin ini hanyalah bagian dari apa yang harus aku lalui selama menjalani hari-hari yang penuh misteri. Tak banyak yang bisa dilakukan. Tapi aku mendapat pelajaran berharga darinya. Mulai saat ini, berhenti untuk berharap sebuah rencana akan terlaksana. Berhenti pula menggantungkan harapan pada orang lain. Setidaknya masih ada sepasang kaki yang siap untuk melangkah menyusuri realita yang tak hanya berakhir pada tahap perencanaan.

Mulai berjalan. Dan berhenti mengharapkan. Itu jelas lebih baik menurutku.

Saturday 27 December 2014

Serunya Jumbara PMR XII Kab. Tegal


Tanggal 21 November 2014 lalu Regu PMR Madya SMP Negeri 1 Slawi mengikuti kegiatan Jumbara yang diadakan setiap tahun. Kebetulan tahun ini saya ditawari untuk ikut kegiatan tersebut. Tempatnya di Bumijawa, daerah dataran tinggi di wilayah kaki Gunung Slamet Kabupaten Tegal. Saya langsung meng-iyakan untuk ikut kegiatan tersebut. Tapi sayang sekali, karena pas hari ini sepupu saya menikah, akhirnya saya tidak bisa ke sana. 

Barulah pada hari senin sore, saya bersama salah satu teman kerja di sekolah berangkat menyusul ke perkemahan. Cuaca memang kurang bersahabat menjelang akhir tahun. Sebentar cerah, sebentar mendung. Hujan, berhenti, hujan, berhenti. Seperti itu terus. Dan di perjalanan pun ternyata gerimis turun cukup deras. Ditambah dengan angin yang cukup kencang, udara terasa semakin dingin.

Alangkah kagetnya begitu saya tiba di sana. Tenda-tenda sudah tergenang air hujan, mirip seperti sawah yang baru diairi. Bahkan beberapa tenda dari sekolah lain sudah ambruk rata dengan tanah mirip habis ada bencana puting beliung. Ternyata siang tadi di sini hujan deras sekali. Air dari dataran yang lebih tinggi turun ke bawah, kebetulan tenda SMP N 1 Slawi berada di lokasi yang permukaan tanahnya lebih rendah. Alhasil semua siswa tidak bisa tinggal di dalam tenda. Untungnya pembina PMR sudah mengantisipasi dengan menyewa salah satu rumah penduduk sekitar kalau ternyata kejadian seperti ini benar terjadi.


Sementara siswa-siswa tidur di rumah penduduk, saya bersama pembina PMR dan tiga teman lainnya memilih untuk tetap tinggal di tenda. Tentu saja harus membersihkannya lebih dulu dari genangan air yang lumayan untuk memelihara ikan kecil. Setelah tenda dibersihkan, kemudian terpal bagian bawah dilapisi dengan terpal kering yang lain dan jas hujan. Akhirnya tenda bisa kembali dihuni.

Ternyata hampir semua peserta Jumbara tidak tinggal di tenda. Ya, memang tidak memungkinkan nampaknya. Udara juga semakin dingin, namun beruntung masih ada kayu yang bisa dibakar untuk membuat suasana lebih hangat. Ditemani semangkuk mie dan secangkir teh panas. Itu malah paling menyenangkan. Ditambah lagi dengan langin yang nampak semakin cerah dari bintang-bintang yang nampak.

Keesokan paginya pemandangan Gunung Slamet begitu memukau. Gunung yang biasanya hanya terlihat bagian puncaknya dari kejauhan kini nampak begitu dekat. Asap dari kawah yang berstatus siaga juga terlihat indah ketika ditimpa cahaya matahari pagi. Sayang sekali momen indah itu tidak bisa diabadikan karena HP yang batrenya sudah habis. Mungkin lain kali kalau ada kesempatan tidak boleh disia-siakan.



Kegiatan masih berlanjut sampai akhirnya upacara penutupan yang disertai pengumuman juara. Alhamdulillah, regu dari SMP Negeri 1 Slawi berhasil menjadi juara umum pada kegiatan tersebut. Ya, prestasi itu masih bisa dipertahankan dan akan terus dipertahankan. Meski diiringi gerimis yang semakin deras, tapi prestasi yang diperoleh tidak menyurutkan semangat semuanya. Dengan rasa bangga, kami pulang dengan piala dan medali kejuaraan.

Friday 5 December 2014

(Masih) Mencari Arti

Aku tak terlalu cerdas. Nilaiku di sekolah hanya antara tujuh sampai delapan. Aku tak berprestasi dan aku tidak terlalu bodoh juga. Aku bukan anak yang sangat baik atau ramah, aku juga bukan anak yang suka membuat ulah. Aku tak terlalu tinggi, tidak juga pendek. Kulitku tak putih, tapi juga tidak bisa dibilang hitam.

Semua hal yang melekat padaku membuatku seperti sosok transparan yang tidak akan dilihat oleh orang lain. Mungkin jika aku sangat pintar atau sangat bodoh, jika aku sangat baik hati atau sangat nakal, atau jika aku adalah perempuan paling cantik atau paling jelek, mungkin orang akan menyempatkan diri untuk melihat ke arahku dan berkomentar tentang diriku. Tapi kenyataannya tidak. Aku hanyalah sebatas sosok yang mungkin bisa melihat dunia, tetapi dunia tak dapat melihatku.

Banyak hal yang aku sukai. Aku suka bermain basket, tapi aku tak pernah menjadi bintang lapangan karena cara bermainku yang tanpa teknik. Bahkan semua bola yang masuk ke dalam ring adalah karena kebetulah semata. Aku suka bermain voli, tapi aku tak bisa melambungkan atau menerima bola dengan baik. Bahkan tanganku akan memar berhari-hari karenanya.

Aku mencoba melakukan atau menciptakan sesuatu yang aku harap bisa membuatku menjadi sesuatu. Tapi aku terlalu mudah jenuh untuk menghadapi segala persoalan yang ada. Aku berlari kesana kemari, mencoba mencari sesuatu yang membuatku nyaman. Mudah saja bagiku untuk menemukan kenyamanan tersebut, tapi itu tak bertahan lama. Dan aku pun kembali berlari mencari tempat yang mungkin akan layak untuk aku singgahi.

Terlepas dari semua itu, aku sering merasa tersakiti oleh perasaan yang tak tersampaikan. Aku mulai merasa bahwa dunia ini begitu kejam padaku. Aku memiliki banyak teman, namun aku tak mau mereka terlalu jauh masuk ke dalam persoalan hidupku. Aku hanya tak ingin membebani orang lain.

Hingga kini aku masih terus berjalan. Bahkan aku tak tahu kemana aku harus pergi. Mana jalan yang harus aku pijak. Aku hanya berharap bahwa aku punya cukup waktu untuk menjawab semua pertanyaan yang timbul begitu saja. Aku terkadang merasa lelah dengan semua ini. Bahkan aku mulai merasa bahwa dunia ini hanyalah seperti kardus kosong yang mengurungku di dalamnya. Gelap, pengap dan menyesakkan.

Adakah seseorang yang akan membawaku keluar dari dunia yang penuh sekat ini? Adakah?


Thursday 27 November 2014

Pelatihan Sinematografi (25 s.d 27 November 2014 - BAPPEDA Kab. Tegal)

"I'm in the box."

Itu adalah satu kalimat yang menggambarkan bagaimana terikatnya diriku dengan segala hal. Waktu, tempat, dimensi, ruang dan kreatifitas. Seperti ada tembok yang menjulang tinggi mengelilingiku, menghalangi pandanganku dari apa-apa yang ada di luar sana. Terkadang aku ingin merobohkan tembok tersebut, tapi tak bisa. Terkadang kupikir untuk membuat jendela saja, tapi aku juga tak mampu melakukannya. Dan aku terus terkurung di dalam ruang penuh sekat yang semakin hari semakin menghimpit. Menyesakkan nafas dan memaksaku untuk mau melakukan apa saja agar bisa bernafas.

Andai aku adalah seekor burung, aku mungkin bisa mengepakkan sayap. Berusaha sekuat tenaga untuk membawa diri ini melewati pembatas hidupku dari dunia yang mungkin lebih baik dibandingkan berada di dalam ruang yang pengap. 

Andai adai itu pasti hanya akan menjadi andai jika aku tetap diam meringkuk. Aku mungkin putus asa, tapi dalam diam ini aku mencoba membuat tangga untuk mendaki tembok yang bagai tak berujung. Setidaknya dari tempat ini aku masih bisa melihat langit saat menengadahkan kepala, dan saat itulah aku tahu bahwa aku masih punya harapan untuk bisa bangun dan melihat dunia di luar sana.

Kemudian datang satu kesempatan. Aku duduk di tengah-tengah orang yang hidup tanpa terikat oleh apapun, kecuali takdir. Tak ada waktu yang mengikat mereka, tak ada tempat dan ruang yang membatasi, dan kreatifitas mereka terus mengalir deras bagai sungai di musim hujan. Kulihat wajah-wajah itu dengan seksama. Mata mereka selalu nampak berbinar. Mereka bisa membuat orang-orang di sekitarnya merasa nyaman walaupun mereka tak berusaha untuk melakukan hal tersebut. Mereka bisa membuat orang lain tertawa, gembira, padahal mereka hanya berusaha untuk menjadi diri sendiri. Bisa terbayang bagaimana indahnya kehidupan yang dijalani.

Aku ingin seperti mereka. Para pakar perfilman yang selalu berdiri di tempat yang mereka inginkan. Mereka yang selalu berjalan kemana kaki mereka ingin melangkah. Tak ada tembok di sekeliling mereka. Mata mereka bisa memandang jauh ke depan. Mereka bisa menoleh ke samping, bahkan berbalik ke belakang. Mereka bisa menemukan sebuah cerita dari setiap sisi yang dilihat mata. Dan yang paling aku sukai adalah, karena mereka mencoba untuk membantu orang-orang sepertiku agar bangun dari mimpi panjang selama berada di dalam ruang hampa udara.

"OUT OF THE BOX!"

"Be NON LINEAR"

Kalimat-kalimat itu semakin meyakinkan bahwa hidup itu bukan tentang melakukan apa yang orang lain lakukan, tetapi melakukan apa yang perlu kita lakukan. Jika waktu selalu membatasimu langkahmu, maka terjanglah ia. Jika ruang dan dimensi menghalau pandanganmu, maka robohkanlah. Carilah cermin dimana kita bisa menatap. Agar kita tahu apa yang sebenarnya kita inginkan.

Out of the box bukan berarti out of atitude. So, jadilah pribadi yang non linear namun tetap berbudaya.

Salam Film Indonesia!!!

Tepuk tangan untuk Mr. Heru S Sudjarwo